Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa indeks membaca Indonesia menduduki peringkat ke 60 dari 61 Negara yang di survey tersebut. Peringkat tersebut bukan candaan belaka, sebab dilaporkan oleh lembaga badan khusus PBB yang konsisten mendukung perdamaian, dan keamanan dengan mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya dalam rangka meningkatkan rasa saling menghormati yang berlandaskan kepada keadilan, peraturan hukum, HAM, dan kebebasan hakiki. Lembaga badan khusus PBB yang dimaksud adalah UNESCO.
Sebelumnya pada tahun 2012 lalu, UNESCO merilis indeks minat baca dan Indonesia sendiri menempati posisi yang sangat miris, dimana menurut laporan tersebut menyebutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia hanya 0,001. Ini berarti hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang berminat membaca.
Dengan posisi paling buncit nomor dari bawah ini bukanlah prestasi, justru merupakan sebuah bencana bagi negeri yang berpenduduk 250 juta jiwa. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka tidak dipungkiri bahwa masyarakat kita akan terus terjerat dalam kemiskinan dan kebodohan, terutama dalam pengembangan SDM (kualitas manusia).
Bagaimana Menumbuhkan Minat Baca?
Menumbuhkan budaya baca membutuhkan waktu yang tidak sedikit, harus dimulai sejak dini. Mengutip ungkapan Mary Leonhardt bahwa waktu yang tepat untuk menumbuh kembangkan minat baca dimulai sejak sekolah dasar, ia menilai sekolah dasar merupakan waktu yang menentukan bagi anak-anak untuk mengembangkan suatu kecintaan dan kebiasaan membaca (Hernowo dalam Kaifa, 2003: 43).
Apa yang menjadi asumsi dan saran Mary Leonhardt sebenarnya sudah terlaksana di tataran masyarakat kita, banyak orangtua yang bangga jika anak bisa membaca pada usia dini. Hal ini bisa dilihat dari tuntutan untuk lancar membaca di tingkatan TK.
Namun kondisi ini sangat ironis ketika anak sudah bisa membaca, banyak orang tua di sekitaran kita enggan sekali menyediakan buku-buku bacaan. Orang tua lebih cenderung suka melihat anaknya bermain gawai (gadget), sehingga tak heran jika disekitar kita banyak orang yang bisa membaca namun belum terbiasa membaca, apalagi memiliki budaya membaca.
Kondisi demikian juga sebenarnya masalah bagi kita, untuk itu hal yang utama dilakukan adalah mengkondisikan anak agar minat bacanya terus terjaga. Jika minat membaca sudah ada maka terus dijaga agar minat baca pada anak tetap menyala kemudian berkembang menjadi sebuah kegemaran dan akhirnya akan menjadi budaya. Sangat banyak kejadian, anak bisa membaca tapi tak berminat membaca sehingga kegemaran membaca pun tak ada apalagi menjadi budaya.
Seperti yang dilansir dari laman trianiretno.com ada beberapa upaya yang dapat kita lakukan untuk menumbuhkan minat baca anak-anak, berikut ulasannya.
1. Sediakan buku bacaan sesuai minat, usia, dan kemampuan membaca.
Untuk menumbuhkan minat baca anak dimulai dari ketersediaan buku bacaan. Bacaannya ini hendaklah sesuai dengan minat dan usia anak-anak. Mengutip pendapat Jeanne S. Chall (Muktiono 2003) bahwa menumbuh kembangkan minat baca memang harus disesuaikan dengan kategori umur atau kelompok usia dan pengalaman pendidikan. Dimana kategori kelompok umur tersebut dibagi menjadi 5 (lima) kelompok umur;
Tingkat 0: pre-reading dan pseudo-reading, 6 tahun ke bawah.
Tingkat 1: membaca awal dandecoding, 6-7 tahun.
Tingkat 2: konfirmasi dan kelancaran, 7-8 tahun.
Tingkat 3: membaca untuk belajar, 9-14 tahun.
Tingkat 4: kerumitan dan kompleksitas, 14-17 tahun.
Tingkat 5: konstruksi dan rekonstruksi, 18 tahun ke atas.
Nah jika melihat dari penggolongan tersebut, maka anak-anak usia SD berada di tingkat 1, 2, dan 3. Dimana menurut Chall bahwa anak-anak di tingkat 1 seringkali menyukai buku-buku yang dipenuhi gambar dan berwarna-warni. Buku cerita berseri, majalah bergambar, dan sejenisnya bisa digunakan untuk menumbuhkan kecintaan mereka akan membaca.
Sementara anak-anak yang berasal ditingkatan kedua, notabenenya sudah menguasai lebih banyak kosa kata. Sudah selayaknya diberikan buku bacaan dengan tingkat kesulitan bahasa di atas kemampuan mereka.
Selanjutnya, untuk anak-anak yang berada ditingkat ke tiga 3 di sarankan untuk membaca buku referensi, ensiklopedia, komik, surat kabar dan majalah.
Namun jika dikombinasikan ke lingkungan sekitar, teori yang dilayangkan oleh Chall tersebut mungkin tidak berlaku. Coba cek dilingkungan sekitar, kita masih menemukan anak-anak tidak bisa membaca apalagi lancar membaca dalam bahasa Indonesia.
Nah jika menemukan kondisi demikian, maka saran untuk mengatasinya adalah berikan buku bacaan yang dilengkapi banyak gambar dan berwarna, sebab akan lebih mengena bagi seorang anak. Selain itu berikan komik-komik yang memiliki konten mendidik seperti; komik ibadah, komik cerita klasik, sampai komik sains dan matematika pun ada.
2. Suansana membaca yang menyenangkan
Dalam menumbuh kembangkan minat membaca pada anak, hendaknya dibangun melalui kondisi yang senyaman mungkin. Nyaman di sini bukan berarti ruangan besar, wangi, dan berpendingin udara. Nyaman di sini lebih pada perlakuan pada anak.
Sambutlah anak dengan hangat, tersenyum cerah pada mereka, dan pandanglah mereka sebagai pembaca cilik yang luar biasa. Bukan sebagai serombongan anak yang berisik dan akan mengacak-acak koleksi buku di perpustakaan.
Takut buku-buku yang ada di perpustakaan menjadi kusut, kotor, atau robek? Itu bukan alasan untuk mengekang anak dengan banyak peraturan yang akhirnya justru membuat mereka enggan membaca.
Tugas kita untuk memberikan pemahaman pada anak-anak tentang bagaimana memperlakukan buku seharusnya. Mata tak perlu melotot. Suara pun tak perlu meninggi. Bukankah kita ingin anak-anak mencintai kegiatan membaca?
3. Teladan dari Guru
Berilah teladan yang baik dan tunjukkan konsistensi antara ucapan dan perbuatan. Sebab segala kelakuan dan sikap seorang guru akan menjadi barometer anak-anak. Mereka cenderung kurang respek pada guru yang galak menyuruh mereka membaca buku tetapi sang guru malah asyik ngobrol atau sibuk dengan telepon selulernya. Sebaliknya, anak-anak akan respek jika seorang gurunya sesuai dengan arahan dan perbuatannya yaitu lmelakukannya bersama mereka. Bapak dan ibu guru yang senang membaca akan menjadi role model dan oase bagi anak-anak.
4. Terapkan aktivitas pendukung
Banyak aktivitas pendukung yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan minat dan budaya baca anak-anak, seperti; mendongeng, read-aloud (membacakan buku), menceritakan kembali (re-telling), menulis, menggambar, melakukan eksperimen sederhana dan berkunjung ke acara literasi.
5. Libatkan orang tua
Keterlibatan orangtua murid pun menjadi hal penting. Dalam pertemuan-pertemuan dengan orangtua murid, sosialisasikanlah tentang pentingnya budaya membaca. Sampaikan pula upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pihak sekolah bersama anak-anak.
Kerja sama antara sekolah, orangtua, lingkungan, dan masyarakat ini penting. Jangan sampai anak merasa bingung karena di sekolah didorong untuk senang membaca tetapi di rumah malah dimarahi orangtua karena membaca buku.
Tulisan ini merupakan tulisan Triani Retno A, seorang penulis, editor, dan blogger. Saya mempublikasikannya di blog saya dengan beberapa perubahan. Untuk melihat artikel asli tulisan ini bisa dilihat disini
Refrensi
Hernowo. 2003. Andai Buku Itu Sepotong Pizza. Bandung: Kaifa.
Muktiono, Joko D. 2003. Aku Cinta Buku: Menumbuhkan Minat Baca Pada Anak. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Trelease, Jim. 2008. Read-Aloud Handbook: Mencerdaskan Anak dengan Membacakan Cerita Sejak Dini. Penerjemah Arfan Achyar. Bandung: Hikmah.