Saat ini dunia mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal
ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju dan kompleks,
kemajuan ini ditandai dengan adanya pembangunan dimana-mana yang membentuk
peradaban, tak terkecuali Indonesia. saat ini saja negara yang memiliki
penduduk sekitar 240 juta jiwa ini masuk dalam kategori negara BRITIS (Brazil,
Rusia, Indonesia, Tiongkok, India, dan Swiss)yaitu negara-negara dengan
pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.
Secara teori dengan adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi
negara ini otomatis secara akan terjadi kenaikan nominal upah dari tahun ke
tahun sehingga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pekerja), namun
dengan kenaikan tarif harga BBM, TDL,
dan kebutuhan pokok lainnya maka pertumbuhan ekonomi ini bisa menjadi sia-sia
karena disebabkan oleh terjadinya disparitas upah nominal pekerja dengan biaya
kebutuhan riil yang semakin tinggi. Kondisi seperti ini diperparah lagi dengan
kondisi Gini Ratio Indonesia yang terus meningkat menjadi 0,413% (Data BPS
2014), artinya 41,3% kekayaan Indonesia hanya dikuasai oleh 1% orang terkaya.
Kondisi seperti inilah yang dimaksud dengan Dualisme Pembangunan. Dualisme
pembangunan adalah Dua kondisi yang berbeda, hidup berdampingan dalam
masyarakat, satu bersifat superior – lainnya inferior, dalam beberapa hal
saling bertentangan (yang satu merugikan lainnya, dan sebaliknya), bersifat
kronis (bukan sementara sifatnya).
Teori dualisme pertama kalinya dikemukakan oleh seorang
ekonom Belanda, J.H. Booke. Teorinya berasal dari suatu fenomena dimana konsep
ekonomi barat yang dibawa dan diterapkan oleh para penjajah ternyata tidak
mampu untuk mensejahterakan rakyat jajahannya (dalam hal ini rakyat Indonesia).
Negara eks jajahan memiliki pola dan sistem sosial yang berbeda dengan Negara
barat. Pada awalnya pola dan sistem sosial barat memiliki daya penetrasi yang
cukup kuat untuk masuk ke dalam sistem sosial Negara jajahannya. Tetapi memang
pada dasarnya adalah berbeda, tidak mungkin untuk disama-samakan penetrasi yang
dilakukan ternyata kurang bermakna dan menyongkong satu dengan lainnya.
Semuanya kelihatan semu, cantik di luar namun ada borok di dalamnya. Tidak
menyembuhkan penyakit yang sesungguhnya.
Pengertian Dualisme
Dualisme adalah ajaran atau faham yang memandang alam ini
terdiri atas dua macam hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani. Kedua
macam hakekat itu masing-masing bebas berdiri sendiri, sama azazi dan abadi.
Perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan dalam alam. Contoh yang
paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakekat ini adalah terdapat dalam
diri manusia. Jadi, dualisme adalah perbedaan antara bangsa kaya dan miskin.
Perbedaan antara berbagai golongan masyarakat yang semakin meningkat.
Dualisme merupakan suatu konsep yang sering dibicarakan
dalam ekonomi pembangunan, terutama kalau kita membicarakan kondisi
sosial-ekonomi di NSB. Konsep ini menunjukan adanya perbedaan antara
bangsa-bangsa kaya dan miskin, dan perbedaan antara berbagai golongan
masyarakat yang semakin meningkat. Pada dasarnya, konsep dualisme mempunyai
empat karakteristik pokok yaitu:
a.
Dua keadaan yang berbeda dimana satu keadaan
bersifat superior (di atas rata-rata, lebih baik) dan keadaan lainnya bersifat
inferior (rendah mutunya, kurang cerdas) yang hidup berdampingan pada ruang dan
waktu yang sama.
b.
Kenyataan hidup berdampingan dua keadaan hidup
yang berbeda tersebut bersifat kronis dan bukan transisional.
c.
Derajat superioritas atau inferioritas itu tidak
menunjukan kecenderungan yang menurun, bahkan terus meningkat.
d.
Keterkaitan antara unsur superior dan unsur
inferior tersebut menunjukan bahwa keberadaan unsur superior tersebut hanya
berpengaruh kecil sekali atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali dalam
mengangkat derajat unsur inferior.
Jenis Dualisme
Dualisme Sosial,
Suatu pertentangan sistem sosial yang
diimpor dengan sistem sosial pribumi yang memiliki corak berbeda. Dualisme ini
merupakan temuan dari seorang ekonom Belanda. J. H. Booke, tentang sebab-sebab
kegagalan dari kebijakan (ekonomi) kolonial Belanda di Indonesia pada jaman
penjajahan.
Prinsip pokok tesis Booke adalah pembedaan antara tujuan kegiatan
ekonomi di Barat dan Timur secara mendasar. Ia mengatakan bahwa kegiatan
ekonomi di Barat lebih didasarkan pada rangsangan kebutuhan ekonomi, sedangkan
di Indonesia lebih disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan sosial. Secara tajam ia
mengkritik usaha-usaha dalam menjelaskan proses pengalokasian sumberdaya atau
distribusi pendapatan dengan cara menggunakan teori produktivitas marjinal dari
kaum Neo Klasik, terutama sekali karena adanya immobilitas sumberdaya dalam
masyarakat Timur.
Berbicara mengenai konsep dualismenya sendiri, Booke
mengawali penjelasannya dengan mengatakan bahwa perspektif ekonomi, masyarakat
memiliki tiga ciri, yaitu adanya semangat sosial, bentuk organisasi, dan
tekhnologi yang mendominasinya. Saling ketergantungan dan saling keterkaitan
antara ketiga crri tersebut disebut sistem social atau gaya sosial.
Secara khusus, Mackie (1981) dengan tegas mengatakan bahwa
teori dualisme (Booke) tidak banyak membantu, bahkan cenderung menghambat usaha
mempelajari perekonomian di Indonesia. Namun demikian, dia juga heran mengapa
teori yang dianggap “salah” oleh banyak sarjana ekonomi itu terus-menerus
dibicarakan dalam hubungannya dengan perekonomian Indonesia.
Sementara itu, para sosiolog dan antropolog menyatakan bahwa
kalau memang dalam suatu masyarakat terdapat dualisme, maka sifat tersebut
tidak akan hilang begitu saja dengan adanya proses pembangunan ekonomi. Itulah
sebabnya, Clifford Geertz (1963) mengenalkan konsep dualisme yang lain yaitu
dualisme ekologis.
Dualisme Ekologis
Suatu perbedaan dalam sistem ekologis yang menggambarkan
pola-pola sosial ekonomi yang menyatu dalam keseimbangan internal. Pada tahun
1963, Cliffrord Greetz mengenalkan konsep tersebut. Menurut Greetz, dualisme
ditandai oleh perbedaan-perbedaan dalam sistem ekologis. Setiap sistem ekologis
tersebut menggambarkan pola-pola sosial dan ekonomi tertentu yang menyatu di
dalamnya dan membentuk suatu keseimbangan internal. Greetz menggambarkan adanya
stabilitas dualisme tersebut menunjukan
bahwa dualisme prakolonial di Indonesia semakin menguat dengan adanya
intervensi colonial, bukannya semakin menurun atau berkurang.
Greetz menjelaskan konsepnya tentang dualisme ekologis ini
dengan menggunakan kasus Indonesia. Ia menjelaskan tentang adanya perbedaan
antara “Indonesia Dalam” dan “Indonesia luar”. “ Indonesia Dalam , dalam hal
ini diinterpretasikan oleh jawa, merupakan sistem ekologis padat karya yang
dintandai oleh pertanian padi, tebu, dan tanaman lainnya yang membutuhkan
kondisi iklim tropis dan semi tropis dan membutuhkan banyak air. Sementara
“Indonesia luar” ditandai oleh pertanian yang padat tanah dan padat modal, produk
padat karya, seperti produk tambang, karet, dan kelapa sawit .
Dualisme Teknologi
Benjamis Higgins (1956) mempertanyakan kesahihan dari
observasi empiris Boeke dan menunujukan contoh yang lebih khusus mengenai
kegunaan kerangka analisis ekonomi barat dalam menghadapi apa yang dikemukakan
Boeke. Higgins- yang secara eksplisit menolak dualisme sosialnya Boeke –
berargumen bahwa asal mula dualisme adalah adanya perbedaan teknologi antara
sektor modern dan sektor tradisonal.
Menurut Higgins, sektor modern terpusat pada produksi
komuditas primer dalam pertambangan dan perkebunan. Sektor modern itu mengimpor
teknologinya dari luar negri. Teknologi impor yang digunakan dalam sektor
modern tersebut bersifat hemat tenaga kerja (Labour saving) di mana secara relatif
modal yang digunakan keadaan ini berbalikan dengan keadaan pada sektor
tradisonal yang ditandai oleh besarnya kemungkinaan untuk mengganti modal
dengan tenaga kerja serta penggunaan metode produksi yang padat tenaga kerja
(Labour intensive). Perkambangan sektor modern terutama sekali sebagai respon
terhadap pasar luar negeri dan pertumbuhannya hanya mempunyai dampak yang kecil
terhadap perkonomian lokal. Sedangkan perkambangan sektor tradisional sangat
terbatas karena kurangnya tabungan (pembentukan modal).
Dengan kata lain, dualisme teknologi adalah suatu keadaan di
mana dalam suatu kegiatan ekonomi tertentu digunakan teknik produksi dan
organisasi produksi yang modern yang sangat bebeda dengan kegiatan ekonomi
lainnya dapat akhirnya akan mengakibatkan timbulnya perbedaan tingkat
produktivitas yang sangat besar.
Dualisme Finansial
Hla Myint (1967) meneruskan studi Higgins tentang peranan
pasar modal dalam proses dualisme. Myint membuat analisis mengenai pasar uang
yang terdapat di NSB dapat menunjukan adanya Dualisme Finansial. Pengertian
Dualisme Finansial ini menunjukan bahwa pasar uang di NSB dapat dipisahkan ke
dalam dua kelompok, yaitu:
- Pasar uang yang terkelola dangan baik (organized money market), Pasar uang ini meliputi bank-bank komersil dan badan-badan keuangan lainnya. Hal ini terutama terdapat di kota-kota besar dan pusat-pusat perdagangan.
- Pasar uang yang tidak terkelola(unorganized money market). Unorganized money market adalah bentuk pasar uang yang bukan berbentuk institusional, terdiri dari tuan-tuan tanah, pedagang-pedagang perantara. Biasanya pasar uang jenis ini lebih menonjol untuk daerah pedesaan yang terkenal dengan rentenir dan sistem ijon. Adanya kebutuhan yang mendesa akan uang mengakibatkan cara tersebut yang mudah dijangkau oleh masyarakat di pedesaan.
Dualisme Regional
Dualisme Regional ini banyak dibicarakan para ahli sejak
tahun 1960-an. Pengertian Dualisme ini adalah ketidakeseimbangan tingkat
pembangunan antar berbagai daerah dalam suatu negara. Ketidakeseimbangan ini
sebenarnya terdapat juga di negara-negara maju, namun keadaan tidaklah separah
seperti yang terjadi di NSB. Selain itu, di negara- negara maju
ketidakeseimbangan ini cenderung betambah kecil.
Dualisme Regional ini dapat mengakibatkan bertambah lebarnya
kesejangan (gap) tingkat kesejahteraan antar berbagi daerah. Selain itu
rualisme Regional yang semakin buruk juga dapat menimbulkan masalah-masalah
sosial-politik yang dapat menghambat usaha untuk mempercepat lajunya pertumbahan
ekonomi di NSB. Di indonesia, kesejangan regional ini bahkan menimbulkan isu
tentang saparatisme di republik ini. Pada dasarnya, dualisme regional yang
terjadi di NSB dapat di bedakan menjadi dua jenis, yaitu:
- Dualisme antara daerah perkotaan dan perdesaan
- Dualisme antar pusat negara, pusat industri dan perdagangan daerah-daerah lain dalam Negara tersebut.
Kedua jenis Dualisme tersebut timbul terutama sekali sebagai
akibat dari adanya investasi yang tidak seimbang antara daerah industri
(perkotaan) dengan daerah pertaniaan (perdesaan).
Ketidakseimbangan tersebut
pada akhirnya memicu timbulnya kesenjangan antara pusat negara dengan
daerah-daerah lainnya, atau antara daerah perkotaan dengan daerah perdesaan.
Berikut ini di bahas kondisi dualisme regional di indonesia yakni antara Jawa dan luar Jawa serta Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Berbagai kondisi ketertinggalan KTI dibandingkan
KBI dapat dilihat dari dua jenis ketimpangan yaitu :
- Ketimpangan Ekonomi, Selama ini pendapatan parkapita KTI selalu berada di awah rata-rata pendapatan per kapita nasional
- Ketimpangan Infrastruktur, Ketersediaan prasarana dan sarana fisik yang kurang memadai.
Adanya dua jenis ketimpangan tersebut, menimbulkan dampak
pada penyebaran populasi penduduk, dan mengakibatkan perbedaan kinerja
pembangunan wilayah antara KBI dan KTI, sebuah studi mengenai daya siang
daerah (Regional competitiveness) dari
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia (2002) telah
mengukur kinerja 26 privinsi di Indonesia, dengan menggunakan 9 indikator daya
saing daerah, yaitu: (1) perkonomian daerah, (2)keterbukaan, (3) sistem
keuangan, (4) infrastruktur dan SDA, (5) IPTEK, (6) SDM, (7) kelembagaan, (8)
governance dan kebijakan pemerintah, serta (9) menajemen dan ekonomi mikro.
Dapat disimpulkan, bahwa dimensi ruang (spasial) dalam
pendekatan pembangunan sebenarnya tidak hanya memandang daerah sebagai bagian
dari ruang sub-nasional, namun juga bagaimana daerah dapat berinteraksi satu
sama lain (interregional linkage) yang pada akhirnya mampu menciptakan sebuah
sinergi.
Pengaruh Dualisme Terhadap Pembangunan
Berbagai corak hambatan yang timbul sebagai akibat dari
adanya sifat-sifat dualisme dalam perekonomian yang perkembangannya masih belum
begitu tinggi bersumber dari adanya pengaruh yang masih kuat dari sektor-sektor
tradisional terhadap kehidupan seluruh masyarakat dan kegiatan perekonomian.
Sebagai besar kegiatan ekonomi dalam NSB yang relatif miskim masih dilaksanakan
dengan menggunakan teknik yang masih tradisional pula. Teknik-teknik yang masih
sangat sederhana menyebabkan produktivitas berbagai kegiatan rendah, dan pola
pikir teradisional menyebakan usaha-usaha untuk mengadakan perubahan atau pembaharuan
sangat terbatas. Dengan demikian, sektor yang memiliki cara produksi
tradisional dan produkvitas rendah tidak akan mengalami perubahan yang berarti
dari masa ke masa.
Dalam suatu masyarakat tradisional, umumnya terdapat
sifat-sifat berikut:
- Taraf pendidikan sebagian masyarakatnya masih sangat rendah.
- Cara hidup dan pola pikir masyarakatnya masih dipengaruhi oleh nilai agama, dan adat istiadat, pandangan hidup mereka yang pasrah terhadap kekuasaan alam dan tuhan.
- Sisa-sisa feodalisme masih sangat di rasakan dalam hubungan sosial di antara berbagai golongan masyarakat.
Ciri-ciri masyarakat tradisional tersebut menimbulkan
ketidaksempurnaan pasar. Sikap masyarakat juga dianggap memicu timbulnya
ketidaksempurnaan pasar di NSB. Berbagi macam keadaan yang menimbulkan
ketidaksempurnaan pasar seperti yang baru saja diuraikan, menyebabkan
sumberdaya-sumberdaya yang terdapat di NSB tidak dapat digunakan secara
efisien. Hal ini bukan saja menimbulkan penggangguran para berbagai sumberdaya,
tetapi juga mengakibatkan penggunaan sumberdaya tersebut tidak selalu diarahkan
kepada sektor dan kegiatan yang potensi pekembangannya relative lebih baik.
Di samping adanya beberapa pengaruh negative dari adanya
Dualisme sosial terhadap pembangunan, sering dinyatakan pula Dualisme dalam
tingkat teknologi yang di gunakan dapat menimbulkan dua keadaan yang mungkin
mempengaruhi lajunya tingkat pembangunan ekonomi.
Pertama, Dualisme teknologi terlahir sebagai akibat dari
penguasaan modal asing atas sektor modern, sebagai besar keutungan yang
diperoleh modal asing tersebut akan dibawa ke luar negeri.
Kedua, Dualisme teknologi akan membawa tiga dampak negatif,
yaitu: (1) membatasi kemampuan sektor modern dalam menciptakan kesempaan kerja,
(2) membatasi kemampuan sektor pertanian untuk berkembang, (3) memperburuk
masalah pengangguran. Sehingga, meskipun pada prinsipnya pembangunan itu
bertujuan untuk menigkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, namun realitanya
manfaat pembangunan seringkali dinikmati oleh segolongan kecil penduduk di NSB,
seperti: (1) jurang tingkat pendapatan antara golongan kaya dan miskin semakin
bertambah lebar, (2) pembangunan belum sanggup menciptakan kesempatan kerja
yang seimbang dengan pertambahan tenaga kerja, sehingga tingkat pengangguran
semakin buruk.
Editor: AF
Dari Berbagai Sumber