Nama tokoh satu ini tak bisa dilepaskan dengan sejarah bangsa. Semasa hidupnya ia dikenal sebagai pemikir dan salah satu diplomator ulung yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, bahkan dalam kancah internasional beliau dikenal dengan sebutan The Smiling Diplomat.
Sutan Sjahrir, begitulah nama tenarnya. Ia lahir di Padang pada 5 Maret 1909 dari pasangan Muhammad Rasyad Sutan yang berasal dari Koto Gadang dengan Siti Rabiah, dari Natal, Sumatra Utara. Sjahrir memiliki latar belakang keluarga yang modern dan kaya, karena ayahnya merupakan salah satu elit pegawai Belanda kala itu, yaitu sebagai angku jaksa. Dengan latar belakang inilah yang membuat dia menjadi kalangan terpelajar yang pendidikannya hingga tingkt universitas.
Semasa kecilnya Sjahrir memang dikenal sebagai anak yang cerdas, ia banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku cerita anak. Di usia enam tahun ia sudah menempuh studi di sekolah terbaik dan modern kala itu, Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah rendah Eropa dan lulus pada tahun 1920. Setamat dari ELS, ia melanjutkan studi ke sekolah menengah pertama di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Medan. Dia sangat gemar bermain bola, bahkan ia dikenal sebagai penyerang tengah yang handal, selain itu ia gemar bermain biola, kegemarannya itu ia jadikan modal untuk mencari uang saku. Lulus dari MULO pada tahun 1926, Sjahrir melanjutkan pendidikannya ke Algemene Middelbare School (AMS), sekolah menengah atas di Bandung dengan jurusan Barat klasik, jurusan yang mengarahkannya menjadi jaksa.
Ketika menempuh studi di AMS inilah awal mula Sjahrir mengenal dunia pergerakan, semangat terjun di dunia pergerakan di awali karena mendengar pidato Dr. Tjipto Mangunkusumo di lapangan alun-alun Bandung. Ia aktif di perkumpulan pemuda kebangsaan, bahkan salah satu pendiri “Jong Indonesie” dan majalah perhimpunan.
Disamping gemar bermain bola, sosok Sjahrir juga memiliki talenta di bidang seni. Untuk mengekspresikan jiwa seninya, ia mendirikan perkumpulan sandiwara bernama Batovis, di bidang seni ini Sjahrir bukan hanya sebagai pemeran/aktor namun ia seorang sutradara, penulis naskah juga. Drama ini sering di tampilkan di khalayak umum seperti di gedung merdeka, dengan disisipkannya nilai-nilai kebangsaan dan mengkritik pemerintahan Belanda. Ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat. Ia dan kawan-kawannya mendirikan kelompok diskusi studi patriae scientiaeque dari sana Sjahrir melatih untuk menjadi pendebat ulung. Setelah menyelesaikan sekolahnya di AMS. Pada tahun 1929 Sjahrir melanjutkan studi nya ke Universitas Amsterdam Fakultas Hukum, namun ia lebih banyak memilih aktif di luar kegiatan kampusnya pada saat itu usianya masih 20 tahun, ia senang mendatangi pusat budaya dan tempat nongkrong-nongkrong mahasiswa seperti di bioskop dan teater. Mengikuti teman-temannya Sjahrir kemudian pindah kuliah ke Leiden School of Indology, yang melahirkan para intelektual seperti Snouck Hurgronje, G.A.J Hazeu. Sjahrir juga sempat berkenalan dengan Salomon Tas, ketua Amsterdam Sociaal Democratische Student Club. Perkumpulan mahasiswa sosial demokrat Amsterdam yang berafisiliasi kepada Partai Sosialis Demokrat Belanda (SDAP), ia berdiskusi tentang politik dan mengupas pemikiran para filusuf sosialis. Mereka menjaga diri mereka untuk terbebas dari sistem kapitalis dengan menghindari perkejaan mencari untung. “mereka bertahan hidup dengan berbagi apapun, termasuk alat kontrasepsi, tapi tidak termasuk sikat gigi”. Sjarir mencoba hidup mandiri dengan tidak bergantung terhadap kiriman uang ayah nya, ia bekerja pada Sekretariat Federasi Buruh Transpor Internasional.
Kesibukannya diluar perkuliahan seperti berdiskusi, berorganisasi, dan bekerja akhirnya kuliahnya pun terbengkalai. Konon Hatta meminta ia untuk pulang ke tanah air pada tahun 1931. Alasannya pun berbeda-beda, seperti untuk mengurusi PNI Pendidikan, kehkawatiran karena pergaulannya yang tidak teratur, ataupun alasan Sjahrir untuk pulang ke tanah air karen Hatta ingin menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu, dan jika setelah Hatta menyelesaikan pendidikannnya maka bergantian Sjahrir yang selanjutnya untuk menyelesaikan kuliahnya. Namun pada akhirnya setelah pulang ke tanah air Sjahrir tidak kembali lagi ke Belanda.
Dari Belanda ke Banda
Misi Rahasia dari De Socialist
Kepulangan Sjarir ke tanah air bisa terbilang mendadak, teman-temannya di Belanda de socialist pun tidak menyangka bahwa ia secepat itu kembali ke negaranya. Kepulangan itu dikarenakan Sjahrir mengalah kepada seniornya di Perhimpunan Indonesia dan teman diskusinya di De Socialist. Karena Hatta belum menyelesaikan Kuliah nya di Fakultas Ekonomi Universitiet Rotterdam. Di Indonesiapun “situasi Perhimpunan Indonesia tak lagi kondusif. Kelompok Abdoel Madjid dan Rustam Effendy yang berhaluan komunis kian mendominasi perhimpunan. Dan Hatta pun di depak dari tampuk kepemimpinan”.
Pada saat itu pula Belanda menangkap Soekarno dan tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia, kehilangan sosok Soekarno akan menyurutkan semangat perjuangan bangsa Indonesia, dan itu benar-benar terjadi. Perpecahan di tubuh PNI pun membuat PNI itu bubar berubah menjadi Partai Indonesia (Partindo). Partindo ini tidak memberikan dampak yang besar bagi perjuangan bangsa karena tidak ada sosok yang berani terhadap perlawanan.
“Abdul Karim Pringgodigdo, teman Hatta dan Sjarir bergabung dengan kelompok studi di bandung dan Jakarta, mereka menamakan diri “golongan merdeka” kemudian mereka mengadakan kongres di Yogyakarta pada bulan Februari 1932. Mereka kemudian mendirikan Partai Nasional Indonesia dengan ketua Sukemi. Partai ini dikenal dengan PNI baru atau PNI Pendidikan”. Dalam kongres di Bandung pada bulan Juni 1932, Sjahrir di tunjuk sebagai ketua dan Sukemi sebagai wakilnya. Dan setibanya Hatta ketanah air, ia langsung mengambil alih kepemimpinan dan Sjahrir sebagai wakilnya. Gerakan ini lah menjadi semangat baru setelah bubar dan di tangkapnya Soekarno dan tokoh-tokoh PNI lainnya. Bahkan PNI Pendidikan ini lebih radikan daripada PNI Soekarno. Karena PNI Baru ini anggotanya diberikan pendidikan, berbeda dengan Soekarno yang mengandalkan massa dan agitasi. Jadi jika tokohnya tertangkap maka akan ada penerusnya lagi. Karena anggotanya diberikan pendidikan untuk sederajat. Karena pergerakan PNI pendidikan ini lebih radikal, akhirnya pemerintah Belanda pun menangkap Sjahrir dan Hatta lalu di buang ke Boven Digul.
Boven Digul merupakan tempat pembuangan yang sangat menyiksa, daerah tersebut bagaikan neraka bagi pera pengasingan. Sjahrir pun merasa bahwa tempat pengasingan itu sangat berat baginya. Ia berharap sekali untuk di pindahkan tempat ke yang lebih ringan, paling tidak ke Flores, namun ya akhirnya tetap saja Boven Digul.
Keadaan yang menyiksa itu sempat membuat Sjahrir menjadi orang yang aneh. Bahkan dia sempat menyerah kepada penguasa di pengasingan itu. Akhirnya ia menandatangi deklarasi non-aktivitas politik. Teken kontrak tersebut membuat Sjahrir mendapatkan uang saku dari pemerintah 4,9 gulden. Tambahan uang itu ia gunakan untuk biaya hidupnya. Menyerahnya Sjahrir dengan cara menandatangi itu bukanlah pernyataan sebenarnya. Namun ia lakukan untuk mendapatka uang tambahan itu.
Beruntung sekali Sjahrir tidak lama tinggal di Boven Digul, pemerintah Belanda merasa khawatir dengan keselamatan dirinya dan kawan-kawannya. Bagi pemerintah Belanda, Digul bukanlah tempat yang cocok, kemudian Sjahrir dan kawan-kawannya di pindahkan ke Banda Neira di Maluku.
Sikap non Kooperatif Sjahrir
Pada tanggal 08 Maret 1942, Belanda menyerah kepada Jepang. Serah terima kekuasaan itu di lakukan di kompleks polisi Sukabumi. Sjahrir pun di bebaskan. Sambil berkelana Sjahrir kembali berhubungan denga kawan lama nya dan para kader Pendidikan Nasional Indonesia. Dalam sikap politik Sjahrir memilih jalan non-kooperatif, berbeda dengan Soekarno dan Hatta yang memilih jalan kooperatif.
Sebagai motor gerakan bawah tanah, Sjahrir sering mengadakan diskusi mengenai perkembangan perang Jepang melawan sekutu, ia mengandalkan siaran radio, termasuk dari BBC.
Ketika mendengar Jepang hampir kalah, dia ingin segera kemerdekaan Indonesia di proklamirkan. Tapi Soekarno memilih menunggu lampu hijau dari Jepang. Iapun merasa kesal, ia tak ingin kemerdekaan itu di hadiahi oleh Jepang. Ia ingin kemerdekaan itu murni atas perjuangan bangsa Indonesia. Ketika mendengar Tan Malaka berada di wilayah Banten, dia segera mencarinya, dengan tujuan untuk meminta Tan memproklamirkan kemerdekaan, namun sayangnya permintaan itu juga di tolak.
Puncaknya pada tanggal 14 Agustus 1945, setelah kota Hirosima dan Nagasaki di bom atom akhirnya Jepang menyerah kepada sekutu. Kemudian Sjahrir kembali memaksa Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan pada saat itu juga. Lagi-lagi Soekarno menolak. Sjahrir kecewa yang kedua kalinya. Pelampiasan kekecewaannya itu membuat Sjahrir kembali membuat Sjahrir mencari seseorang untuk memproklamirkan, ia meminta Soedarsono melakukannya di lapangan alun-alun kejaksaan, Cirebon. Soedarsono pun melakukannya pada tanggal 15 Agustus 1945. Dan kini menjadi catatan sejarah bahwa Cirebon lebih dulu merdeka dua hari sebelum kemerdekaan Indonesia.
Pendidikan Sebagai Perjuangan
Sjahrir menganggap dalam sebuah organisasi maupun partai bukanlah jumlah massa yang dibutuhkan, namun pendidikan pada diri kaderlah yang harus di tekankan dan di gojlok. Menurut dia “calon anggota partai dididik dengan sistem sel sehingga aktivis di satu daerah kerap tidak mengenal aktivis daerah lain”. Menurut dia, sistem itu dipilih untuk menyiapkan kader agar siap melakukan gerakan bawah tanah. Kader itu juga wajib membaca harian pedoman dan majalah siasat.
Begitu pula pada saat Sjahrir mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia pada 1932. Ia membangun kader bawah tanah di sejumlah wilayah. Jumlah anggotanya pun tidak begitu banyak dibandingkan dengan Partindo. Mereka dikenal dengan kader elite intelektual, mereka mendapatkan pendidikan di Belanda. Dan akhirnya gerakan itu menjadi basis massa untuk Sjahrir mendirikan PSI pada tahun 1948, dalam kongres pertama pada tahun 1952, PSI hanya memiliki 3.049 anggota tetap dan 14.480 calon anggota. Jumlah tersebut terbilang sangat sedikit. Bagi Sjahrir massa bukan lah sebagai tolak ukur keberhasilan Partai. Pemikiran PSI bertahan hingga sekarang. “fakta bahwa partai ini mewakili aliran moral dan politik di Indonesia”. Walaupun kemudia PSI dibubarkan namun kader nya tidak putus tali silaturrahim.
Proklamasi Tanpa Bung Kecil
Ada hal yang tak biasa dalam raut muka Sjahrir. Sebelumnya ia memberikan berita kepada Soekarno bahwa Jepang telah menyerah, namun berita itu di tanggapi Soekarno dengan pernyataan bahwa Jepang tidak secuilpun memberikan isyarat akan menyerah. Pernyataan itu di ungkapkan sebelum Soekarno–Hatta berangkat ke Dalat Vietnam, Sjahrir berkesimpulan justru tak ada gunanya mereka berunding kembali dengan Jepang, karena Jepang sudah tidak memiliki kekuatan lagi. Lagi-lagi Sjahrir dibuat berang oleh sikap Soekarno yang terlalu berkompromi dengan Jepang. Mungkin bisa dikatakan marah nya itu adalah murka yang paling hebat yang ia lampiaskan, sampai ia mengatakan bahwa Soekarno pengecut dan banci
Pada tanggal 14 Agustus 1945, Sharir dan Hatta berkunjung kerumahnya Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan, Soekarno pun berjanji akan mengumumkan kemerdekaan pada tanggal 15 Agustusnya. Keputusan itu segera direspon Sjahrir dengan cepat untuk mengumpulkan para pemuda pada tanggal tersebut. Tapi Sjahrir mencium gelagat Soekarno yang nampaknya tidak sepenuh hati dalam menyiapkan proklamasi. PPKI selaku badan yang bertanggungjawab, tak menunjukan gelagat untuk berhenti bekerja, artinya mereka justru mengagendakan rapat pada tanggal 19 Agustus. Untuk apa rapat itu terus dilakukan jika pada tanggal 15 Agustus akan segera di proklamirkan? Itu yang membuat Sjahrir curiga.
Tepat pada pukul 5 sore ribuan pemuda berkumpul dipinggir kota. Begitu proklamasi disiarkan, pemuda akan langsung berdemonstrasi di Stasiun Gambir, Domei dan gedung Kenpeitai akan direbut. Ternyata sesuai dugaan Soekarno mengabarkan belum akan mengumumkan proklamasi, Soekarno menundanya sehari.
Kabar ini membuat ribuan pemuda pengikut Sjahrir marah. Para pemuda melampiaskannya dengan mendesak proklamasi diumumkan tanpa Soekarno-Hatta. Tapi Sjahrir tidak setuju, karena dikhawatirkan konflik akan terjadi. Para pemuda itu tanpa sepengatahuan Sjahrir, mereka memutuskan untuk menculik Soekarno. Sjahrir juga sudah dikabarkan bahwa niatan para pemuda untuk menculik Soekarno, namun Sjahrir justru tidak setuju dan meyakini bahwa ia mampu mendesak Soekarno untuk membacakan Proklamasi.
Nasi sudah menjadi bubur, ternyata Soekarno telah di culik dan di bawa ke Rengasdengklok oleh para pemuda, mereka sangat nekat. Sjahrirpun berharap dalam penculikan itu jangan sampai ada suatu pertikaian. Sjahrir yang tidak terlibat itupun di tuding bahwa ia adalah dalang dari penculikan tersebut.
Ahmad Soebardjo yang tahu bahwa Soekarno dan Hatta diculik akhirnya melaporkan ke pemimpin angkatan laut Jepang Laksamana Tadashi Maeda tentang penculikan itu. Dan kemudian ia menjanjikan akan membantu proklamasi kemerdekaan. Merekapun dibebaskan.
Mereka dan golongan muda berkumpul di kediaman Laksamana Maeda. Golongan muda menyiapkan naskah proklamasi versi mereka, namun sayangnya usulan itu di tolak, Soekarni meminta Sjahrir untuk turut berunding. Namun sampai tibanya pembacaan naskah proklamasi Sjahrir tidak hadir.
Sjahrir Menjadi Perdana Menteri
Lima hari setelah kemerdekaan KNIP mulai dibentuk, kelompok pemuda mendorong Sjahrir untuk menajadi ketua komite. Karena mereka menginginkan bahwa KNIP harus bersih dari intervensi Jepang dan harus revolusioner. Sjahrirlah yang merepsresentasikan gambaran tersebut. Pada tanggal 07 Oktober 1945, 40 anggota KNIP meneken petisi untuk presiden Soekarno, mereka menuntut KNIP menjadi badan legislatif bukan sebagai pembantu presiden. Rapat Komite Nasional kedua pada tanggal 16 Oktober 1945 menjadikan awal karier politik Sjahrir, ia diangkat sebagai ketua komiti secara aklamasi.
Sebelum Majelis dan Dewan terbentuk, kekuasaan presiden dialihkan ke Komite. “usul itu diterima Presiden Sukarno, meski dia tidak hadir”. Sebagai landasan pengalihan kekuasaan, pemerintah lantas menerbitkan Maklumat nomor X yang ditandatangani oleh M. Hatta. “maklumat ini berarti Presiden menyerahkan kekuasaan DPR kepada Komite Nasional”. Mulai saat itu juga Komite menjadi bahan legislatif yang bertugas menyusun undang-undang dan GBHN. Maklumat itu menandakan berakhirnya kekuasaan luar biasa Sukarno.
Pada tanggal 11 November 1945, Sjahrir diangkat sebagai formateur kabinet baru. Pada tanggal 14 November 1945 Sjahrir diangkat diangkat menjadi perdana menteri. Maklumat tersebut merupakan upaya kudeta secara halus. Peranan Sjahrir sebagai perdana menteri menjadi penentu, mau dibawa kearah mana posisi Indonesia di mata dunia. Langkah ini diambil Sjahrir sejak diserahi tampuk pemerintahan, ia lebih mengambil jalur diplomatis. Untuk mempertahankan kemerdekaan dari Belanda yang berkeinginan kembali menduduki Indonesia yaitu dengan melakukan perjanjian dengan Belanda agar mengakui kedaulatan Indonesia.
Banyak upaya yang ia lakukan secara diplomasi. Seperti mengeluarkan kebijakan politik militer, mengumumkan Jakarta sebagai kota Internasional, menggelar pameran kesenian yang di publikasikan oleh wartawan asing, mengenalkan Indonesia dalam forum-forum Internasional, memberikan bantuan sosial kepada negara tetangga yang membutuhkan (sumbangan beras ke India). Semua itu ia lakukan agar Indonesia ini dikenal di dunia. Selain langak itu pula ia melakukan perjanjian Linggarjati, walaupun banyak pertentangan dan dianggap merugikan, namun Sjahrir berpandangan justru dengan perjanjian itu akan mendapatkan keuntungan politis yaitu memperoleh kekuasaan de facto walaupun hasilnya bahwa wilayah itu sebatas Jawa, Sumatra dan Madura.
Dari hasil perjanjian itu berdampak pada kekuasaan Sjahrir, ia akhirnya kehilangan dukungan dari sayap kirinya dalam kabinet, Tan Malaka melakukan pemberontakan karena menganggap Sjahrir telah lancang menjual negara. Ia akhirnya mundur dan menyerahkan tampuk kepemimpinannya ke Sukarno.
Sebenarnya apa yang dilakukan Sjahrir itu tidak semua nya salah, justru ada untung nya, bahkan bisa dikatakan banyak. Seperti diplomasi beras, bantuan yang dilakukan Sjahrir itu menjadi perhatian bagi India itu sendiri. Nehru perdana menteri India sangat terpukau, dan pada saat itu India menjadi salah satu yang mengakui kemerdekaan Indonesia. “buah dari repatrisasi dan diplomasi ala Sjahrir adalah ketika ia bersikukuh membuka blokade ekonomi Belanda dengan mengekspor komoditas seperti karet dan kopa ke Amerika Serikat dan Inggris. Dua negara ini pula yang langsung mengakui kedaulatan Indonesia pasca perjanjian Linggarjati.
Linggarjati Sebuah Jalan
“Linggarjati sering dianggap merugikan Indonesia. Meneguhkan eksistensi di kancah Internasional.”
Perundingan Linggarjati adalah hasil diplomasi berliku yang diusahakan Sjahrir. Perundingan Linggarjati berlangsung alot. Pasal 17 pasal yang dibahas terjadi deadlock terjadi pasal mengenai pembentukan Negara Serikat Indonesia. Pasal itupun disetejui oleh Belanda tanpa dihadiri Sjahrir yang kelelahan. Intinya Belanda mengakui negara Indonesia secara de facto. Sjahrir kemudian memasukan pasal tambahan tentang arbitrase. Bila terjadi perselisihan menyangkut perjanjian tersebut, maka akan diajukan ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. “pasal ini terbukti menjadi penyelamat ketika terjadinya agresi militer Belanda ke wilayah Republik.
Justru di Belanda pengesahan perjanjian itu mendapat hujan kritik pemerintahan dan parlemennya. Tak puas dengan hasil perundingan, Belanda akhirnya melakukan agresi militer pertama dengan menduduki kota-kota penting Republik.
“Pada tanggal 14 Agustus 1947, Sjahrir memimpin delegasi Indonesia ke sidang Dewan Keamanan PBB, pidato ini di mungkinkan karena adanya pasal arbitrase di Linggarjati ini lah momen yang membuat Indonesia tampil di kancah Internasional. Nama Indonesia bergema di Lake Succes, dan jalan ke arah itu di buka di kaki gunung Ciremai dalam perjanjian Linggarjati”.
Sang Atom dan dua Ideologi
Atom, betapa tepat julukan itu. Sjahrir yang bertubuh kecil itu memang berhasil mengguncang khazanah diplomasi, dia orang yang pertama yang berpidato di PBB mengenalkan Indoensia dan menyerukan penjajahan. Di dalam negeri ia menyerang Soekarno yang di anggap sebagai kolabolator Jepang, dia sangat anti fasis namun ia juga anti komunis, karena komunis dianggap sebagai ideologi yang menghianati sosialisme yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Musuhnya mengatakan bahwa ia adalah sosialis kanan karena keterpukauannya kepada yang berbau Barat seperti: mengkritik kekolotan, tradisi, dan primordialisme. Rahman Tolleng menyebut ideologi Sjahrir adalah Republikanis-Sosialis, karena yang ditekankan adalah partisipasi rakyat.
Sampai hari ini, Sjahrir lebih dikenal sebagai penganjur ideologi sosial demokrat. Terlihat pada perhatian dan gerakannya menumbuhkan pendidikan rakyat, sedangkan liberalisme muncul dari sikapnya yang menjunjung hak dan kebebasan Individu. Kita bisa katakan bahwa ideologi Sjahrir tidak laku pada zaman itu, namun pada zaman sekarang ideologi tersebut justru relevan dan sangat cocok.
Akhir Sang Meteor
30 September 1955 dilaksanakan pemilihan umum, Sjahrir dengan sangat haqqul yaqin bahwa Partai Sosialis akan kalah dalam pemilu tersebut. Dan itu terbukti pada saat penghitungan suara, ternyata Partai Sosialis hanya mendapatkan 753 rb suara dari total 38 jt pemilih, dan menempati urutan ke delapan. Jumlah suara itu hanya mengantarkan 5 kader PSI ke Jakarta. Hasil ini membuat PSI terasingkan dari koalisi pemerintahan yang dimotori PNI.
“Bagi Sjahrir, hasil pemilihan umum jelas-jelas menjadi pintu peralihan tanggungjawab urusan negara dari kaum terpelajar ke politikus. Pemilihan umum 1955 merupakan akhir karir poltik Sjahrir. Nama nya kian pudar, terpinggirkan oleh ramainya debat konstituante dan jatuh bangun kabinet, tenggelam dalam gemuruh slogan revolusi”. Bagai meteor, Bung kecil muncul di pentas Republik demikian cepat di usia belia, lalu hilang sekejap.
Riwayat Ringkas Sutan Sjahrir
Nama Lengkap : Soetan Sjahrir
Tempat Tgl Lahir : Padang Panjang, 5 Maret 1909
Nama Ayah : Mohammad Rasad Maharajo Sutan
Nama Ibu : Siti Rabiah
Pendidikan
SD : Europeesche Lagere School (ELS) (Sekolah Rendah Eropa 1915-1920)
SMP : Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Medan 1920-1925
SMA : AMS, Bandung
Universitas : Fakultas Hukum, Univ Amsterdam
Hobi : Sepak Bola & Kesenian
Karier :
- Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) (Sutradara, Penulis Skenario, Aktor
- Pengagas pendirian Himpunan Pemuda Nasionalis (Jong Indonesie)
- Pemimpin redaksi Majalah Himpunan Pemuda Nasionalis
- Pegawai di Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional
- Perhimpunan Indonesia (PI)
- Ketua Partai Indonesia (Baru)
Sumber:
Seri buku Tempo: Bapak Bangsa, Sjahrir Peran Besar Bung Kecil, Jakarta 2010 (PT Gramedia), Hal 15