-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Bangga Ber-HMI



HMI adalah organisasi mahasiswa tertua di Indonesia, lahir 70 tahun silam tepatnya 5 Februari 1947 M yang bertepatan dengan 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah di Yogyakarta tepatnya kampus STI (Sekolah Tinggi Islam) Kini UII (Universitas Islam Indonesia). Dalam proses pendirian HMI tidak terlepas dari sosok Lafran Pane beserta 15 sahabat-sahabatnya  (Karnoto Zarkasyi (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang), Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura), Soewali (Jember),Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang), M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Zulkarnaen (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), dan Bidron Hadi (Yogyakarta).

Semasa kecil Lafran Pane adalah sosok remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu (Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah) ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.

Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.

Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: “Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”.

Bangga Berproses di HMI

Saya adalah salah satu dari sekian banyak kader HMI yang ingin berproses lebih lanjut demi ikut membantu mewujudkan misi HMI yang tertera dalam pasal 4 Anggaran Dasar organisasi. Saat ini, saya pribadi dalam tahap penempaan diri dengan berbagai peluang dan tantangan yang berada didepan mata.

Proses pertama yang harus diikuti oleh siapapun adalah mengikuti Basic Training HMI (LK I), Basic Training ini adalah Pendidikan formal yang harus dilalui oleh calon kader HMI. Kemudian Pendidikan formal selanjutnya adalah LK 2 dan LK 3 (Advane Training), sementara Pendidikan non formal yang ada di HMI juga banyak sekali, mulai dari LKK (khusus untuk Kohati), Senior Course (khusus untuk yang mau menjadi instruktur), Latihan Kader Dakwah (khusus bagi Anggota HMI yang mau focus dibidang dakwah) dan masih banyak lainnya. Saya pribadi alhamdulillah baru selesai berproses dalam tahapan LK 2 ( tahun 2015 di Karawang) dan Senior Course ( tahun 2015 di Salatiga).

Banyak asumsi yang menyebut bahwa kader HMI adalah kumpulan BABI (Banyak Bicara), kadernya suka ngomong doang g ada aktualisasi, dan lain sebagainya. Namun stigma-stigma negatif ini sangat wajar dan menjadi otokritik sendiri bagi kader HMI yang saat ini dinilai seperti itu.  Sebagai kader HMI yang sadar akan fungsi dan tanggung jawabnya untuk mulai (atau ada yang sudah menjalankan) menjawab stigma-stigma negatif tersebut dengan karya nyata.

Saya secara pribadi dalam mengikuti proses HMI memang tidak terlepas dari kritik, namun saya menganggap kritik-kritik tersebut  adalah sebuah anugerah yang sangat bermanfaat, bagian dari rasa kasih sayang lawan politik dan saya sendiri menjadi tau letak kekurangan saya secara pribadi.

Nah bagi kader-kader HMI yang baru berproses, jangan pantang mundur dan terus mengikuti training formal dan non formal yang ada di HMI serta terus jaga konsistensi dalam membaca dan berdiskusi. O iya bagi kader-kader HMI yang ingin berproses lebih lanjut terutama untuk menjadi instruktur, dibawah ini ada beberapa contoh SINDIKAT (Sistem Pendidikan Singkat) yang temen-temen bisa pelajari sebagai refrensi untuk mengikuti ToT/SC.

Silahkan download Sindikat nya DISINI






Related Posts

Subscribe Our Newsletter