Penegakan hukum yang terkesan lamban dan tajam ke bawah menimbulkan protes dari berbagai kalangan umat muslim tanah air, protes massal tersebut dilakukan untuk menegur pemerintah pusat yang terkesan lamban dalam menangani kasus penistaan kitab suci agama Islam yang dilakukan oleh Ahok beberapa waktu lalu.
Lambannya penanganan terhadap kasus Ahok tersebut menimbulkan protes dari berbagai kalangan umat muslim, tak terkecuali Rusdianto Samawa. Dalam surat terbukanya, aktivis yang tergabung dalam organisasi Muhammadiyah memprotes sikap pemerintah yang terkesan melindungi Basuki Tjahaya Purnama. Untuk lebih jelasnya berikut surat terbukanya.
SURAT TERBUKA
Kepada YTH.
Bapak Presiden Republik Indonesia
Bapak Panglima Tentara Nasional Indonesia
Bapak Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Bapak / Ibu Menteri Kabinet Kerja Indonesia
Bapak Kepala Bareskrim Kepolisian Republik Indonesia
Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi
Bapak Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia
Bapak Hakim-Hakim Seluruh Republik Indonesia
Bapak / Ibu Para Lawyer Seluruh Negeri tercinta Republik Indonesia
Bapak / ibu Siapapun Di Bumi Nusantara Indonesia dan dunia
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Mari kita panjatkan doa kepada Allah swt agar bangsa ini diberi kekuatan, perlindungan dan keadaban warga negaranya. Dan semoga Bapak-bapak juga ketika membaca surat ini akan tersentuh hatinya, bahwa Allah swt melalui kritik rakyat Indonesia sedang menguji kepemimpinan bapak-bapak semuanya.
Begitu juga, tidak lupa kirimkan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW sang bapak Revolusi Peradaban Dunia ini. Tentu dengan kerja dan karya Rasulullah itu telah membuat kita sekarang merasakan kedamaian atas ajaran ilmu etika, sikap sosialis, dan pelajaran spritualitasnya yang mafhum melebihi manusia biasa.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Apakah bapak ibu sudahkah memahami Pancasila ?, bagaimanakah bapak Ibu menerapkannya ?, dimanakah Bapak / Ibu meletakkan “keadilan” ?, masih adakah persamaan derajat di depan hukum di negeri ini ?, apakah kita semua sudah tuli, kebal hukum ?, apakah kita sudah mnejadi negara amburadul sehingga tidak mematuhi undang-undang lagi ?. sudah tidak pentingkah agama di Indonesia ini ?, dan masihkah penting rasa keadaban, kemajuan dan ketoleransian kita terhadap sesama ?.
Pertanyaan itu tuan-tuan yang baik dan terhormat, hanya sebagian. Bahkan masih banyak lagi pertanyaan yang hinggap dan bahkan tak hilang-hilang sejak bapak Joko Widodo menjadi Presiden Republik Indonesia dengan segala aparatur pemerintahan di seluruh Indonesia. Surat terbuka ini juga merupakan aspirasi dan inisiatif pribadi saya sediri tak ada yang provokasi untuk menulis surat terbuka ini. Ada dua hal penting yang ingin saya sampaikan kepada tuan-tuan semuanya.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Yang pertama adalah kondisi petani pada umumnya di Indonesia. Sungguh tragis hidup petani di seluruh Indonesia, apalagi daerah yang curah hujannya sangat jarang sekali dan bukan hutan [iklim] tropis tempat mereka bertani. Banyak petani di bagian Timur indonesia mengalami defisit pendapatan dan penghasilan dari hasil tani. Kebanyakan mereka [petani] Jagung, padi dan ketabang (ketela) mengalami kerugian besar yang sangat besar. Apalagi mereka sebelum bertani meski harus meminjam biaya operasional tani ke berbagai Bank di daerahnya. Kisaran mereka pinjam sebesar Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) – 100.000.000 (seratus juta rupiah). Dari pinjaman ini tentu Bank tidak serta merta mengeluarkan dana, mereka meminta jaminan seperti sertifikat tanah, rumah, lahan tanah, harta berjalan hingga surat STNK motor / mobil mereka. Dari pinjaman inilah para petani yang berharap berhasil dalam kelola lahannya taninya dan berharap kewajiban mengembalikan dana pinjamannya bisa terrealisasi dengan baik. Pernah ada petani yang tidak berhasil panen karena di serang hama, kemudian mengalami kerugian puluhan juta bahkan ratusan juta. Bagi bank mereka tidak bisa di ajak kompromi, Bank hanya tau bayar dan bayar tak kenal mereka petani atau pengusaha (orang kaya). Petani tersebut, mengalami defisit harta, bukan hanya itu juga, seorang petani tersebut tidak kuat menahan hidup karena di bebani dengan hutang sangat besar dan mampu membayar. Ini adalah fakta, mereka petani ada yang menjajakan dirinya mencari hidup di Ibu Kota dan ada juga yang membunuh dirinya dengan minum racun tikus.
Bapak / ibu, ini hanya petani dan mereka tentu geram terhadap prilaku pemerintah yang tidak peduli dengan rakyatnya dan hanya peduli dengan importir. Bahkan pemerintah akhir-akhir ini mengimpor cangkul, jagung, kedelai, buah-buahan dan hal-hal lainnya selain dari impor barang-barang mewah. Lebih tragis lagi, mereka itu para petani Islam yang sebagian besar ikut aksi demonstrasi tanggal 4 November 2016. Mereka ikut demonstrasi diluar analisis “apakah mereka marah terhadap cara berkuasanya pemerintahan Presiden Joko Widodo ataukah mereka sudah tak sudi di pimpin oleh Presiden Joko Widodo ?”. wallah hu alam bissawab saya tidak mengerti.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Yang kedua adalah kondisi krisis keadaban keagamaan di negeri Indonesia tercinta. Sungguh menukik rasa hati, piluh sembiluh membuat kepala harus diikat dalam nuansa situasi yang kurang berkenan. Menengok kondisi keagamaan kita ini di Indonesia, saya meneteskan air mata. Betapa tidak, kalau di pikir-pikir Presiden Jokowi itu naik ketampuk tertinggi pemerintahan indonesia hasil dari proses bermain SARA. Bayangkan saja, sewaktu pilpres 2014, betapa murahannya ‘isu inteli masjid dengan para marbotnya”, betapa murahannya sebuah rencana kebijakan “menghapus agama di kolom KTP (walaupun belum jadi)”, Betapa murahnya bangsa ini hanya menggadaikan kepentingan pribadi dengan sebuah delik mengekses bagian ritualitas keagamaan manusia untuk di jadikan kambing hitam demi sebuah rencana politik. Betapa murah dan krisis karakter seperti Ahok yang berkata tidak sopan santun dan tak mengenal batas itu.
Belum lagi kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai Sumatera Utara, di mana etnis tertentu melarang Azan umat Islam di sebuah masjid yang justru waktu itu memicu pecahnya kerusuhan. Di tambah lagi sekelas Wakil Presiden Republik Indonesia melarang mengaji di masjid memakai Toa (penggerak suara). Mungkin larang Bapak Wakil Presiden tidak masalah. Namun harus perhatikan juga aspek tertentu yangbisa menjadi pertimbangan besar sebelum berbicara di publik yang mengundang pro kontra. Ini juga bagian dari proses peretakkan sikap religiusitas umat islam dan berubahnya pandangan.
Begitu juga dengan aspek yang terjadi sekarang. Betapa kebalnya Ahok akan sangsi hukum, keadilan di negeri tak berarti lagi. Semuanya sudah di bawah kendali golongan dan tak memikirkan kepentingan rakyat lagi. Sungguh menyayat hati bahwa ternyata banyak pemimpin negara saat ini hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan nasib rakyat seutuhnya dan keberlangsungan negara menuju kedamaian dan pluralitas yang tertib aman damai dan sigap.
Semakin yakin saja, kalau presiden Jokowi melindungi Ahok. Seharusnya bapak Jokowi sebagai presiden yang paling utama menjaga keragaman dan dinamika kebangsaan kiota agar tidak terjadi hal-hal serupa seperti kerusuhan masa lalu. Seharusnya presiden memberikan warning dan pesan kepada pihak keamanan maupun penegak hukum agar Ahok segera di proses hukum untuk menemukan jalan keadilan dan kesamaan derajat di depan hukum.
Hal ini penting untuk mencegah terjadinya “Negara Caos” di masa sekarang maupun akan datang. Sekarang posisi kebijakan ada di bareskrim Polri, apakah memiliki kemauan untuk memeriksa atau tidak. Bukan hanya Ahok datang klarifikasi ke bareskrim Polri. Tetapi harus di proses hukum. Bagi rakyat, tidak penting Ahok seorang siapa dan orang mana maupun etnis mana ?. itu sungguh tidak penting. Hal yang lebih urgent adalah menjaga niulai-nilai kebangsaan kita dan keutuhan Negara Republik Indonesia.
Apalagi Ahok itu sangat menyakitkan bagi umat Islam, pasalnya Ahok menggunakan atribut sebagai pejabat Gubernur DKI Jakarta dengan menistakan Al-Qur’an. Menurut saya, Ahok tidak mengerti tentang sejarah NKRI dan dialog pancasila yang jelimet itu antara Islam dan Non islam. Namun, sejarah itu dianggap selesai dan bersama-sama menjaga bangsa Indonesia yang besar ini. Bagi umat Islam pun tak ada penyesalan terhadap sejarah tersebut sehingga aman-aman saja.
Dan perlu di ketahui bahwa selama Ahok menjadi Gubernur tidak ada satupun umat Islam yang mempersoalkannya. Namun setelah menjadi Gubernur DKI jakarta seolah-olah rakyat itu dianggap sampah, di gusur sana sini dan di miskinkan di setiap rusun yang Ahok bangun bahkan pengusiran terhadap warga rusun yang tak mampu bayarpun kerap sekali di lakukan. Sungguh ironi cara menyelsaikan persoalan rakyat di DKI jakarta dan negara ini secara keseluruhan. Sungguh buta mata hati seorang Ahok yang kata pendukungnya telah berhasil bekerja sebagai Gubernur DKI Jakarta. Berhasil dari mana sih ? apa hasilnya ? apa untungnya bagi rakayt ? ap[a enaknya bagi rakyat ? bahagiakah rakyat DKI Jakarta pada saat kepemimpinan Ahok ?. jawabannya tentu tidak sama sekali. Rakyat di ibaratkan “dapat manis sepah di buang”, Ahok itu tak kenal etika dan nurani kemanusiaan yang baik.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Maka oleh karena itu, kalau tuan-tuan semua masih punya nurani melindungi bangsa ini dari ketidakadilan, kebiadaban, kerusakan dan penjajahan. Maka sebaiknya, kita semua membuka mata hati, nurani dan rasa cinta kita terhadap kemanusiaan dan bangsa yang besar ini yang bernama INDONESIA. Kasian saya kira, apabila hanya seorang Ahok di lindungi dari jeratan hukum, lalu membuang kebesaran dan keragaman bangsa ini. Sungguh sempurna kerusakan di negeri ini akibat seorang pemimpin yang tidak simpati, tidak bertindak apapun, tidak memiliki sense of crisis dan tidak respek terhadap potensi kerusakan.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Tuan yang sangat saya hormati, saya ini bagian dari pemuda generasi bangsa yang sungguh Insya Allah masih memiliki nurani terhadap keberagaman dan memelihara kehidupan masyarakat Indonesia yang aman, damai dan tenteram. Namun, generasi seperti saya mungkin juga tidak banyak. Masih banyak generasi yang di pelihara tanpa sentuhan dinamika sedahsyat ini. Kami generasi 2000-an ini hanya berusaha menyimak dan memberi masukan, bahwa kepentingan nasional itu lebih penting daripada kepentingan golongan dan pribadi.
Maka oleh karena, itu mari Tuan-Tuan yang Terhormat untuk melakukan tabayyun terhadap proses sejarah, prilaku dan delik hukum yang menimpa para pejabat agar jangan menebang pilih untuk penegakan hukum sehingga bangsa ini terpelihara dari kerusakan. Tentu, apabila kerusakan menimpa negeri ini bagaimana dengan generasi selanjutnya. Tentu akan berpikir dengan cara-cara rusak juga. Begitu juga sebaliknya, kalau negeri ini baik dan tenteram, maka generasi akan datang akan lebih baik dari sebelumnya.
Mari kita serahkan Ahok kepada penegak hukum dan kita awasi secara bersama-sama dan kritik dengan cara baik-baik tanpa harus menyinggung SARA. Mari juga kita awasi peradilan kita dalam proses hukum Ahok agar menemukan sebuah keadaban yang universal yang telah di gali dari nilai-nilai luhur bangsa ini sehingga kita lebih berkemajuan. Hal ini harus di mulai dari keberpihakan Jokowi pada proses hukum terhadap Ahok, jangan biarkan hal ini berlarut-larut sehingga tidak menimbulkan kegeraman pada rakyat islam yang menyaksikan jalannya pemerintahan Republik Indonesia saat ini.[]
Demikian surat terbuka saya ini yang mewakili pribadi saya. Apabila dalam hal surat ini merasa ada ketersingungan mohon di maafkan. Karena surat ini bagian dari luapan rasa kekecewaan saya terhadap jalannya pemerintahan dan timpangnya hukum saat ini. Sekian terima kasih semoga barokah. Billahi fi Sabilillhaq Fastabiqul Khaerat, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tertanda
Rusdianto Samawa
Editor: AF
Lambannya penanganan terhadap kasus Ahok tersebut menimbulkan protes dari berbagai kalangan umat muslim, tak terkecuali Rusdianto Samawa. Dalam surat terbukanya, aktivis yang tergabung dalam organisasi Muhammadiyah memprotes sikap pemerintah yang terkesan melindungi Basuki Tjahaya Purnama. Untuk lebih jelasnya berikut surat terbukanya.
SURAT TERBUKA
Kepada YTH.
Bapak Presiden Republik Indonesia
Bapak Panglima Tentara Nasional Indonesia
Bapak Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Bapak / Ibu Menteri Kabinet Kerja Indonesia
Bapak Kepala Bareskrim Kepolisian Republik Indonesia
Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi
Bapak Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia
Bapak Hakim-Hakim Seluruh Republik Indonesia
Bapak / Ibu Para Lawyer Seluruh Negeri tercinta Republik Indonesia
Bapak / ibu Siapapun Di Bumi Nusantara Indonesia dan dunia
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Mari kita panjatkan doa kepada Allah swt agar bangsa ini diberi kekuatan, perlindungan dan keadaban warga negaranya. Dan semoga Bapak-bapak juga ketika membaca surat ini akan tersentuh hatinya, bahwa Allah swt melalui kritik rakyat Indonesia sedang menguji kepemimpinan bapak-bapak semuanya.
Begitu juga, tidak lupa kirimkan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW sang bapak Revolusi Peradaban Dunia ini. Tentu dengan kerja dan karya Rasulullah itu telah membuat kita sekarang merasakan kedamaian atas ajaran ilmu etika, sikap sosialis, dan pelajaran spritualitasnya yang mafhum melebihi manusia biasa.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Apakah bapak ibu sudahkah memahami Pancasila ?, bagaimanakah bapak Ibu menerapkannya ?, dimanakah Bapak / Ibu meletakkan “keadilan” ?, masih adakah persamaan derajat di depan hukum di negeri ini ?, apakah kita semua sudah tuli, kebal hukum ?, apakah kita sudah mnejadi negara amburadul sehingga tidak mematuhi undang-undang lagi ?. sudah tidak pentingkah agama di Indonesia ini ?, dan masihkah penting rasa keadaban, kemajuan dan ketoleransian kita terhadap sesama ?.
Pertanyaan itu tuan-tuan yang baik dan terhormat, hanya sebagian. Bahkan masih banyak lagi pertanyaan yang hinggap dan bahkan tak hilang-hilang sejak bapak Joko Widodo menjadi Presiden Republik Indonesia dengan segala aparatur pemerintahan di seluruh Indonesia. Surat terbuka ini juga merupakan aspirasi dan inisiatif pribadi saya sediri tak ada yang provokasi untuk menulis surat terbuka ini. Ada dua hal penting yang ingin saya sampaikan kepada tuan-tuan semuanya.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Yang pertama adalah kondisi petani pada umumnya di Indonesia. Sungguh tragis hidup petani di seluruh Indonesia, apalagi daerah yang curah hujannya sangat jarang sekali dan bukan hutan [iklim] tropis tempat mereka bertani. Banyak petani di bagian Timur indonesia mengalami defisit pendapatan dan penghasilan dari hasil tani. Kebanyakan mereka [petani] Jagung, padi dan ketabang (ketela) mengalami kerugian besar yang sangat besar. Apalagi mereka sebelum bertani meski harus meminjam biaya operasional tani ke berbagai Bank di daerahnya. Kisaran mereka pinjam sebesar Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) – 100.000.000 (seratus juta rupiah). Dari pinjaman ini tentu Bank tidak serta merta mengeluarkan dana, mereka meminta jaminan seperti sertifikat tanah, rumah, lahan tanah, harta berjalan hingga surat STNK motor / mobil mereka. Dari pinjaman inilah para petani yang berharap berhasil dalam kelola lahannya taninya dan berharap kewajiban mengembalikan dana pinjamannya bisa terrealisasi dengan baik. Pernah ada petani yang tidak berhasil panen karena di serang hama, kemudian mengalami kerugian puluhan juta bahkan ratusan juta. Bagi bank mereka tidak bisa di ajak kompromi, Bank hanya tau bayar dan bayar tak kenal mereka petani atau pengusaha (orang kaya). Petani tersebut, mengalami defisit harta, bukan hanya itu juga, seorang petani tersebut tidak kuat menahan hidup karena di bebani dengan hutang sangat besar dan mampu membayar. Ini adalah fakta, mereka petani ada yang menjajakan dirinya mencari hidup di Ibu Kota dan ada juga yang membunuh dirinya dengan minum racun tikus.
Bapak / ibu, ini hanya petani dan mereka tentu geram terhadap prilaku pemerintah yang tidak peduli dengan rakyatnya dan hanya peduli dengan importir. Bahkan pemerintah akhir-akhir ini mengimpor cangkul, jagung, kedelai, buah-buahan dan hal-hal lainnya selain dari impor barang-barang mewah. Lebih tragis lagi, mereka itu para petani Islam yang sebagian besar ikut aksi demonstrasi tanggal 4 November 2016. Mereka ikut demonstrasi diluar analisis “apakah mereka marah terhadap cara berkuasanya pemerintahan Presiden Joko Widodo ataukah mereka sudah tak sudi di pimpin oleh Presiden Joko Widodo ?”. wallah hu alam bissawab saya tidak mengerti.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Yang kedua adalah kondisi krisis keadaban keagamaan di negeri Indonesia tercinta. Sungguh menukik rasa hati, piluh sembiluh membuat kepala harus diikat dalam nuansa situasi yang kurang berkenan. Menengok kondisi keagamaan kita ini di Indonesia, saya meneteskan air mata. Betapa tidak, kalau di pikir-pikir Presiden Jokowi itu naik ketampuk tertinggi pemerintahan indonesia hasil dari proses bermain SARA. Bayangkan saja, sewaktu pilpres 2014, betapa murahannya ‘isu inteli masjid dengan para marbotnya”, betapa murahannya sebuah rencana kebijakan “menghapus agama di kolom KTP (walaupun belum jadi)”, Betapa murahnya bangsa ini hanya menggadaikan kepentingan pribadi dengan sebuah delik mengekses bagian ritualitas keagamaan manusia untuk di jadikan kambing hitam demi sebuah rencana politik. Betapa murah dan krisis karakter seperti Ahok yang berkata tidak sopan santun dan tak mengenal batas itu.
Belum lagi kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai Sumatera Utara, di mana etnis tertentu melarang Azan umat Islam di sebuah masjid yang justru waktu itu memicu pecahnya kerusuhan. Di tambah lagi sekelas Wakil Presiden Republik Indonesia melarang mengaji di masjid memakai Toa (penggerak suara). Mungkin larang Bapak Wakil Presiden tidak masalah. Namun harus perhatikan juga aspek tertentu yangbisa menjadi pertimbangan besar sebelum berbicara di publik yang mengundang pro kontra. Ini juga bagian dari proses peretakkan sikap religiusitas umat islam dan berubahnya pandangan.
Begitu juga dengan aspek yang terjadi sekarang. Betapa kebalnya Ahok akan sangsi hukum, keadilan di negeri tak berarti lagi. Semuanya sudah di bawah kendali golongan dan tak memikirkan kepentingan rakyat lagi. Sungguh menyayat hati bahwa ternyata banyak pemimpin negara saat ini hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan nasib rakyat seutuhnya dan keberlangsungan negara menuju kedamaian dan pluralitas yang tertib aman damai dan sigap.
Semakin yakin saja, kalau presiden Jokowi melindungi Ahok. Seharusnya bapak Jokowi sebagai presiden yang paling utama menjaga keragaman dan dinamika kebangsaan kiota agar tidak terjadi hal-hal serupa seperti kerusuhan masa lalu. Seharusnya presiden memberikan warning dan pesan kepada pihak keamanan maupun penegak hukum agar Ahok segera di proses hukum untuk menemukan jalan keadilan dan kesamaan derajat di depan hukum.
Hal ini penting untuk mencegah terjadinya “Negara Caos” di masa sekarang maupun akan datang. Sekarang posisi kebijakan ada di bareskrim Polri, apakah memiliki kemauan untuk memeriksa atau tidak. Bukan hanya Ahok datang klarifikasi ke bareskrim Polri. Tetapi harus di proses hukum. Bagi rakyat, tidak penting Ahok seorang siapa dan orang mana maupun etnis mana ?. itu sungguh tidak penting. Hal yang lebih urgent adalah menjaga niulai-nilai kebangsaan kita dan keutuhan Negara Republik Indonesia.
Apalagi Ahok itu sangat menyakitkan bagi umat Islam, pasalnya Ahok menggunakan atribut sebagai pejabat Gubernur DKI Jakarta dengan menistakan Al-Qur’an. Menurut saya, Ahok tidak mengerti tentang sejarah NKRI dan dialog pancasila yang jelimet itu antara Islam dan Non islam. Namun, sejarah itu dianggap selesai dan bersama-sama menjaga bangsa Indonesia yang besar ini. Bagi umat Islam pun tak ada penyesalan terhadap sejarah tersebut sehingga aman-aman saja.
Dan perlu di ketahui bahwa selama Ahok menjadi Gubernur tidak ada satupun umat Islam yang mempersoalkannya. Namun setelah menjadi Gubernur DKI jakarta seolah-olah rakyat itu dianggap sampah, di gusur sana sini dan di miskinkan di setiap rusun yang Ahok bangun bahkan pengusiran terhadap warga rusun yang tak mampu bayarpun kerap sekali di lakukan. Sungguh ironi cara menyelsaikan persoalan rakyat di DKI jakarta dan negara ini secara keseluruhan. Sungguh buta mata hati seorang Ahok yang kata pendukungnya telah berhasil bekerja sebagai Gubernur DKI Jakarta. Berhasil dari mana sih ? apa hasilnya ? apa untungnya bagi rakayt ? ap[a enaknya bagi rakyat ? bahagiakah rakyat DKI Jakarta pada saat kepemimpinan Ahok ?. jawabannya tentu tidak sama sekali. Rakyat di ibaratkan “dapat manis sepah di buang”, Ahok itu tak kenal etika dan nurani kemanusiaan yang baik.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Maka oleh karena itu, kalau tuan-tuan semua masih punya nurani melindungi bangsa ini dari ketidakadilan, kebiadaban, kerusakan dan penjajahan. Maka sebaiknya, kita semua membuka mata hati, nurani dan rasa cinta kita terhadap kemanusiaan dan bangsa yang besar ini yang bernama INDONESIA. Kasian saya kira, apabila hanya seorang Ahok di lindungi dari jeratan hukum, lalu membuang kebesaran dan keragaman bangsa ini. Sungguh sempurna kerusakan di negeri ini akibat seorang pemimpin yang tidak simpati, tidak bertindak apapun, tidak memiliki sense of crisis dan tidak respek terhadap potensi kerusakan.
Tuan-Tuan yang Terhormat
Tuan yang sangat saya hormati, saya ini bagian dari pemuda generasi bangsa yang sungguh Insya Allah masih memiliki nurani terhadap keberagaman dan memelihara kehidupan masyarakat Indonesia yang aman, damai dan tenteram. Namun, generasi seperti saya mungkin juga tidak banyak. Masih banyak generasi yang di pelihara tanpa sentuhan dinamika sedahsyat ini. Kami generasi 2000-an ini hanya berusaha menyimak dan memberi masukan, bahwa kepentingan nasional itu lebih penting daripada kepentingan golongan dan pribadi.
Maka oleh karena, itu mari Tuan-Tuan yang Terhormat untuk melakukan tabayyun terhadap proses sejarah, prilaku dan delik hukum yang menimpa para pejabat agar jangan menebang pilih untuk penegakan hukum sehingga bangsa ini terpelihara dari kerusakan. Tentu, apabila kerusakan menimpa negeri ini bagaimana dengan generasi selanjutnya. Tentu akan berpikir dengan cara-cara rusak juga. Begitu juga sebaliknya, kalau negeri ini baik dan tenteram, maka generasi akan datang akan lebih baik dari sebelumnya.
Mari kita serahkan Ahok kepada penegak hukum dan kita awasi secara bersama-sama dan kritik dengan cara baik-baik tanpa harus menyinggung SARA. Mari juga kita awasi peradilan kita dalam proses hukum Ahok agar menemukan sebuah keadaban yang universal yang telah di gali dari nilai-nilai luhur bangsa ini sehingga kita lebih berkemajuan. Hal ini harus di mulai dari keberpihakan Jokowi pada proses hukum terhadap Ahok, jangan biarkan hal ini berlarut-larut sehingga tidak menimbulkan kegeraman pada rakyat islam yang menyaksikan jalannya pemerintahan Republik Indonesia saat ini.[]
Demikian surat terbuka saya ini yang mewakili pribadi saya. Apabila dalam hal surat ini merasa ada ketersingungan mohon di maafkan. Karena surat ini bagian dari luapan rasa kekecewaan saya terhadap jalannya pemerintahan dan timpangnya hukum saat ini. Sekian terima kasih semoga barokah. Billahi fi Sabilillhaq Fastabiqul Khaerat, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tertanda
Rusdianto Samawa
Editor: AF