Amak Fizi/Google |
Saya bukan orang yang melarang atau menjudge perokok, karena saya sendiri sangat menghargai hak azasi seseorang, karena banyak masyarakat yang sakit jikalau tidak merokok (berdasarkan fakta di kampung kelahiran saya/Lombok). Sebenaranya saya sendiri bukanlah perokok aktif msekipun dalam keseharian selalu berdiskusi dengan teman-teman yang notabenenya perokok.
Dengan adanya wacana kenaikan harga rokok yang mencapai Rp.50rb dari harga semula 20-25rb akan memberikan efek negative bagi masyarakat yang kurang mampu. Wacana kenaikan harga rokok ini memang pro-kontra di masyarakat, ada yang beranggapan itu wajar sebagai cara memaksa masyarakat berhenti merokok, dan ada pula yang beranngapan akan mengurangi pendapatan masyarakat.
Awal denger wacana kenaikan harga rokok ini terdengar hanya sebatas wacana kosong, sebab tidak mungkin Negara menghilangkan rokok dari predearannya dimasyarakat. Bayangkan saja rokok merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang cukup tinggi dan banyak masyarakat menggantungkan hidupnya dari industri rokok dan petani tembakau. Misalnya di daerah kelahiranku, Lombok. Industri Rokok adalah salah satu sumber penghasilan masyarakat sekitar, setiap tahun Lombok menjadi primadona pengusaha rokok karena keberadaanya menjadi penghasil tembakau terbaik ketiga di Indonesia.
Berdasarkan data FAO (Food And Agriculture Organization) tahun 2007 total produksi tembakau dunia mencapai 6.311.103 ton. Dari total produksi tembakau dunia tersebut, Indonesia menyumbang 161.851 ton (2,6%). Sementara produsen terbesar diduduki Cina dengan toral produksi 38 % , disusul Brazil dengan total produksi sebesar 14,6%, kemudian disusul India dan Amerika Serikat dengan total produksi sebesar 8,8% dan 5,6%. Sisanya tersebar di beberapa Negara seperti Pakistan, Italia, Turki, Zimbabwe, Yunani dan lain-lain. Sedangkan provinsi NTB merupakan penyumbang produksi tembakau terbesar ketiga di Indonesia setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Tolak Kenaikan Harga Cukai Rokok
Wacana kenaikan cukai rokok adalah strategi pemerintah memeras masyarakatnya sendiri ditengah kondisi perekonomian yang stagnan. Dengan adanya wacana kenaikan cukai rokok memperlihatkan kegagalan pemerintah menaikkan pendapatan Negara yang semakin defisit, meskipun sebelumnya pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan sebagai stimulus dalam meningkatkan pendapatan Negara seperti Tax Amnesty dan penggratisan denda Pajak kendaraaan pada beberapa waktu lalu.
Jika harga rokok benar-benar sesuai dengan yang diwacanakan pemerintah maka akan terjadi penurunan daya beli masyarakat, jika daya beli masyarakat rendah maka industri rokok akan mengurangi jumlah produksinya dan akan berujung pada PHK besar-besaran bahkan petani tembakaupun akan gulung tikar. Saya setuju sekali jika alasan kesehatan menjadi prioritas tapi setidaknya pemerintah dalam mengambil kebijakan harus mempertimbangkan masyarakat banyak yaitu soal ketenagakerjaan. Jadi jelas dengan alasan ini saya pribadi menolak kenaikan cukai rokok.
Selanjutnya dengan kenaikan harga cukai rokok akan menambah angka pengangguran baru terhadap 4,7 juta buruh industri rokok dan 1,2 juta petani tembakau. Pemerintah harus jeli dalam melihat 5,9 juta penduduknya (buruh industri rokok & petani tembakau), karena angka tersebut berpotensi menjadi pengangguran terbuka. Kecuali kalau pemerintah pusat menyediakan lapangan kerja baru bagi masyarkat yang terkena dampak tersebut sih tidak masalah. Untuk itu Pemerintah jangan seenak jidatnya saja berfikti untuk mendapatkan dana segar dari cukai rokok tapi lihatlah 5,9 juta masyarakat yang rentan menjadi pengangguran dan mereka juga punya keluarga. Jangan sampai ditengah kondisi pertumbuhan ekonomi yang stagnan ini justru akan menambah jumlah masyarakat miskin (kini mencapai 800ribu orang) lagi.
Ketiga, mahalnya harga rokok legal tidak akan mampu menekan konsumsi perokok, justru dengan demikian akan memunculkan rokok illegal (selundupan) yang dijual murah dipasaran karena kita tahu bahwa pengawasan pemerintah sangat lemah dan “mental koruptor birokrat” yang masih kuat. Ibarat kata Narkoba aja berhasil lolos, apalagi rokok…
Selanjutnya, dengan kenaikan harga cukai rokok membuktikan bahwa rezim Jokowi bukan pro rakyat melainkan pemeras rakyat kecil demi menaikkan pendapatan triliunan cukai rokok. Karena mayoritas masyarakat kecil inilah perokok aktif. (AF/berbagai sumber)