![]() |
Edit Gambar: Amak Fizi |
Oleh sebab itulah yang menyebabkan para ahli memberikan perhatiannya terhadap tata kelola korporat, kelemahan dalam tata pengelolaan korporat akan menjadi salah satu sumber utama kerawanan ekonomi yang menyebabkan buruknya perekonomian suatu Negara, misalnya terjadinya krisis financial pada tahun 1997 dan 1998 di kawasan Asia Tenggara.
Proposisi kepemilikan pihak publik untuk perusahaan-perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ) masih sangan terbatas, yang pada tahun 1997 hanya sekitar 29,7%. Hal ini berarti bahwa para pendiri perusahaan-perusahaan tersebu masih menjadi pemegang saham pengendali. Secara umum fenomena adanya pemegang saham pengendali dan pemegang saham minoritas (yang dapat menimbulkan agency problems) dijumpai disebagian besar peusahaan-perusahaan tersebut.
Dalam konteks konteks koperasi administrasi pemerintah, fokus analisis tata kelola adalah perdebatan mengenai keterbatasan pengendalian oleh pemerintah (Kuncoro, 2004). Berdasarkan kajian-kajian tersebut di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang tata kelola korporat yang baik.
Coorporate governance adalah rangkaian, proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan terhadap suatu perusahaan (korporasi). Tata kelola ini mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) organisasi yang terlibat dalam mencapai tujuan-tujuan yang direncanakan oleh organisasi. Adapun pihak-pihak pemangku kepentingan tersebut terbagi menjadi dua, yaitu pihak internal organisasi seperti; pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Yang kedua yaitu pihak ekternal organisasi, seperti; anggota, pemasok/suplayer, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator lingkungan, serta masyarakat luas.
Kita sepakat, koperasi adalah salah satu pilar ekonomi. Dalam praktiknya, keberadaan koperasi merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang dipertegas oleh UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Jadi koperasi dapat dikatakan sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Seperti kata Paul Hubert Casselman (1952), “Cooperation is an economic system with social content”. Tegasnya, koperasi adalah sistem ekonomi dengan unsur sosial di dalamnya.
Lalu bagaimana tata kelola koperasi yang seharusnya? Untuk dapat memberikan manfaat besar dan nilai tambah bagi anggotanya, koperasi harus memenuhi tata kelola yang baik atau bahasa kerennya good corporate governance (GCG). Inilah tantangan terbesar pengelolaan koperasi saat ini. Koperasi harus mampu menjadi organisasi sosial yang sehat, transparan, akuntabel, mandiri, responsibel, dan wajar dengan tetap mengacu pada nilai dan prinsip-prinsip koperasi
Atas dasar itu, kehadiran koperasi di mana pun harus bertumpu pada upaya meningkatkan klesejahteraan anggotra, di samping memberi nilai tambah yang signifikan dalam melauani anggotanya. Semua unsur pengelola koperasi, naik pengurus, pengawas, manajer, dan karyawan yang bekerja untuk koperasi harus 1) tunduk pada kaidah & prinsip ekonomi yang berlaku, 2) mampu menghasilkan keuntungan & mengembangkan organisasi serta usahanya, 3) menempatkan anggota sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa, dan 4) mampu menciptakan sistem manajemen usaha (keuangan, organisasi & informasi) yang memadai.
Pengertian Governance
Pengertian “governance” amat beragam. Pada dasarnya ia diartikan sebagai tata kelola yang berhubungan dengan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat. Sedangkan “governing” berarti semua kegiatan sosial, ekonomi, politik, dan adminstratif yang dilakukan sebagai upaya untuk mengarahkan, mengendlikan, mengawasi atau mengelola masyarakat.
FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) mendefinisikan tata kelola korporat (Corporate Governance) sebagai brerikut (Tjager et al, 2003:25-26)
“seperangkat pengaturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan tata kelola korporat ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).”
Tata kelola korporat dapat didefinisikan dalam perspektif sempit (perspektif stakeholders), yaitu “struktur dimana manajer pada berbagai tingkat organisasi dikendalikan melalui dewan direksi, struktur yang berkaitan, insentif eksekutif dan skema lainnya” (Donaldson & Davis dalam Tjager, 2003:26).
Tata Kelola yang Lemah Vs Tata Kelola yang Kuat
Semua pemerintah di Negara-Negara Asia Tenggara dan Asia Timur memulai proses industrialisasi dari rezim otokrasi, kemudian secara bertahap bergerak kearah yang lebih demokrtis. Indonesia mengalami transisi dari rezim yang tidak demokratis menuju rezim yang semakin demokratis. Tingkat demokrasi di Indonesia dinilai sudah bergerak dari A ke C, artinya dunia mengakui adanya perubahan penting dari rezim yang tidak demokratis menuju sistem yang lebih demokratis. Namun dilihat dari sisi tata kelola, harus diakui bahwa tata kelola pemerintah Indonesia masih tergolong lemah dan belum banyak yang berubah. Lemahnya tata kelola menimbulkan dampak sebagai berikut (WB, 2001)
Pertama, Kaum miskin tidak mendapatkan akses pelayanan publik yang dibutuhkan karena selalu berkompromi dengan birokrasi yang korup.
Kedua, Para investor takut dan enggan menanam modal di Indonesia karena ketidakmampuan sistem peradilan untuk melaksanakan kontrak, meningkatnya kerusuhan, dan tingkat pelanggaran hukum dan keamanan.
Ketiga, Langkanya sumber daya pemerintah ternyata hilang karena sistem manajemen keuangan dan pengadaan barang yang tidak transparan, manipulasi dan banyak kebocoran.
Dalam praktiknya tidak mudah untuk memilih dan membedah mengapa yang terjadi adalah tata kelola yang lemah dan kuat. Tabel berikut mencoba mengurai kompleksitas, dinamika dan keanekaragaman tata kelola (Kickert, 1993: Bab 19) yang tergantung dari interaksi antara pemerintah dan masyarakat.
Prinsip Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance)
Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaitu apa yang dikenal dengan istilah TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness).
- Transparency (keterbukaan informasi), Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.
- Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
- Responsibility (pertanggung jawaban), Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.
- Indepandency (kemandirian), prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
- Fairness (kesetaraan dan kewajaran), Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Perlunya Reformasi Tata Kelola pada Koperasi
Dengan harapan dan mandat yang besar dari rakyat dan warisan kinerja makro ekonomi yang membaik selama periode SBY, pemerintah Jokowi-JK memiliki peluang emas untuk melakukan perubahan mendasar bagi Indonesia. Apalagi era pemerintahan saat ini sangat terkenal dengan slogan revolusi mentalnya, dimana revolusi ini menginginkan perubahan mindset berfikir masyarakat yang lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok ataupun pribadi. Berikut beberapa aspek yang harus mengalami perubahan;
Mengubah sumber pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi menjadi digerakkan oleh investasi dan ekspor. Untuk itu diperlukan perbaikan iklim investasi dan mengembalikan kepercayaan dunia bisnis. Lemahnya perencanaan dan koordinasi peraturan perundangan, baik pada tingkat vertikal dan pada tingkat horizontal terus terjadi.
Para birokrat dan pejabat di pusat maupun daerah masih berperilaku sebagai PREDATOR dan belum menjadi fasilitator bagi dunia bisnis terutama dalam pelayanan terkait koperasi. Ini tantangan terbesar Jokowi-JK dan kabinet Kerjanya. Bila mau meningkatkan kinerja ekspor dan menumpas korupsi, maka disarankan: “membersihkan” jalan raya, pelabuhan, bea cukai, dan kepolisian dari berbagai bentuk grease money.
Diperlukan rencana reformasi yang komprehensif dan berjangka menengah, setidaknya 5 tahun kedepan. Tiadanya GBHN dan LOI (letter of Intent) menuntut pemerintah untuk menjelaskan bagaimana arah perubahan yang akan ditempuh. Belajar dari perencanaan pembangunan nasional di masa lalu, setidaknya dikenal beberapa kecenderungan:
- Belum dimasukkannya dimensi spesial dalam perencanaan pembangunan.
- Pendekatan sektoral masih lebih menonjol dari pada regional
- Belum dianutnya perencanaan antisipatif terhadap berbagai macam “gangguan” (disruption) baik karena alam maupun manusia.
Spirit Tata Kelola Koperasi
Spirit dalam mengelola koperasi, termasuk yang ada di perusahaan atau perkantoran harus menekankan pada 1) semangat profit oriented dan benefit oriented yang berbarengan, 2) landasan operasional yang berdasar pada pelayanan (service at a cost), dan yang terpenting 3) memajukan kesejahteraan anggota sebagai prioritas utama. Dengan kata lain, kebedaraan koperasi akan semakin eksis di mata anggotanya apabila mampuy mengembangkan kegiatan usaha yang bersifat a) luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota, b) berorientasi pada pelayanan anggota, c) berkembang sejalan dengan amanat dan perkembangan anggota, d) biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non-koperasi, dan e) mampu mengembangkan modal yang memberi nilai tambah kepada anggotanya.
Mengacu pada spirit di atas, Koperasi Karyawan Manulife Indonesia Periode 2013-2016 menetapkan visi “Easy & Happy”, yang bertekad menjadikan lebih dari 1.500 anggota tetap dan 10.000 anggota tidak tetap memiliki pengalaman yang mudah dan menyenangkan saat berhubungan koperasi. Dengan basis usaha yang ada sekarang, seperti jasa catering, toko serba ada “Apple Mart” & corporate merchandise, usaha simpan pinjam, kredit barang, Koperasi Karyawan Manulife Indonesia memiliki fokus antara lain;
- Meningkatkan kapasitas internal koperasi (Pengurus/SDM & sistem),
- Melakukan optimalisasi yang berbasis teknologi dan peran aktif anggota, dan
- Melakukan inovasi usaha untuk memberi nilai tambah kepada anggota.
- Memang tidak mudah, namun spirit ini harus menjadi acuan dan semangat pengurus dan pengelola koperasi . Karena koperasi adalah dari oleh dan untuk kita, seluruh anggota.
Refrensi
Kuncoro, Mudrajat. 2006. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Erlangga: Yogyakarta
http://anhyfreedom.blogspot.com/2013/01/ makalah- good- corporate-governance html diunduh tanggal 20/11/2014 20.13 wib
http://id.m.wikipedia.org/wiki/tata_kelola_perusahaan.html diunduh tanggal 20/11/2014 19.45 wib